Thursday, March 12, 2015

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang

Pelabuhan Tanjung Emas adalah sebuah pelabuhan di Semarang, Jawa Tengah. Pelabuhan Tanjung Emas (terkadang ada yang menulis Tanjung Mas), dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) sejak tahun 1985. Pelabuhan ini merupakan satu-satunya pelabuhan di Kota Semarang. Pelabuhan Tanjung Emas ke arah Tugu Muda Semarang berjarak sekitar 5 km atau kira-kira 30 menit dengan kendaraan sepeda motor/mobil.

Menurut catatan sejarah, pelabuhan ini berkembang sejak abad ke-16. Sebelumnya Pelabuhan Semarang berada di bukit Simongan, daerah ini sekarang dikenal dengan Gedong Batu di mana terdapat Kelenteng Sam Po Kong.

Secara geologis lokasi pelabuhan Semarang kuno kurang menguntungkan. Jumlah pasir yang amat banyak dan endapan lumpur yang berlangsung terus-menerus, menyebabkan sungai yang menghubungkan kota dengan pelabuhan tidak dapat dilayari. Bahkan pada muara sungai terbentuk dataran pasir yang sangat menghambat pelayaran dari dan ke kota. Untuk mengatasi kondisi geologi yang tidak menguntungkan bagi kapal-kapal besar itu pada tahun 1868, beberapa perusahaan dagang melakukan pengerukan lumpur yang pertama kali. Selanjutnya dibuat juga kanal pelabuhan baru, bernama Nieuwe Havenkanaal, atau Kali Baroe, yang pembuatannya berlangsung pada tahun 1872. Melalui kanal ini, perahu-perahu dapat berlayar sampai ke pusat kota untuk menurunkan dan memuat barang-barang.

Setelah pembangunan Kali Baru, banyak kapal dari luar negeri, baik kapal uap maupun kapal layar, berdatangan di pelabuhan Semarang. Selama tahun 1910 tercatat 985 kapal uap dan 38 kapal layar yang berlabuh di Semarang. Mereka berasal dari berbagai negeri yaitu Inggris, Belanda, Hindia Belanda, Jerman, Denmark, Jepang, Austria, Swedia, Norwegia, dan Perancis.

Di area pelabuhan Tanjung Emas ini terdapat sebuah Mercusuar, namanya mercusuar Willem 3. Mercusuar yang terletak di kawasan pelabuhan Tanjung Emas ini merupakan satu-satunya mercusuar di Jawa Tengah. Menurut catatan inskripsi pada bangunan ini tercatat dibangun pada tahun 1884, dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda dalam rangka menjadikan kota Semarang sebagai kota pelabuhan dan dagang, pada waktu itu sebagai sarana untuk ekspor gula ke luar negeri. Pelabuhan Semarang dikembangkan untuk prasarana ekspor hasil bumi (terutama gula) oleh pemerintah kolonial. Pada masa itu menjelang akhir abad ke-19, Jawa telah menjadi penghasil gula nomor dua di dunia setelah Kuba.

Walaupun sudah ada penambahan fasilitas pelabuhan Nusantara, Pelabuhan Semarang masih terbatas untuk disandari kapal-kapal berukuran besar. Pada masa itu, yang bisa merapat/bersandar di Dermaga Nusantara maksimum kapal-kapal dengan draft = 5 m atau berukuran ± 3.500 Ton bobot mati (Dwt). Sedang kapal-kapal dengan draft > 5 m masih harus berlabuh di luar pelabuhan atau di lepas pantai yang jaraknya ± 3 mil dari dermaga. Karena itu dikenal sebagai Pelabuhan REDE. Sejak 1970, arus kapal dan barang yang melalui Pelabuhan Semarang cenderung semakin meningkat setiap tahun. Menurut data tahun 1970-1983 kenaikan arus barang rata-rata tiap tahun yaitu 10% lebih. Mengingat keterbatasan fasilitas pelabuhan seperti kedalaman dan lebar alur/kolam yang tidak memadai untuk masuk/keluarnya kapal-kapal samudera, maka Pemerintah menetapkan untuk mengembangkan Pelabuhan Semarang.

Mercu suar Semarang

Bangunan mercusuar ini sudah termasuk tua, karena menurut inskripsi yang terdapat di atas pintu mercusuar ini, dapat diketahui bahwa tahun pembangunannya adalah 1884. Tidak diketahui siapa yang merencanakannya. Namun tentu erat kaitannya dengan pengembangan pelabuan sebagai pelabuhan ekspor hasil bumi oleh Pemerintah Kolonial pada waktu itu. Pada masa menjelang akhir abad 19 Jawa merupakan penghasil gula nomor 2 di dunia. Gudang-gudang di pelabuhan disempurnakan demikian pula dengan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang ini agar dapat disingahi kapal dagang yang lebih besar. Pemerintahan Belanda mendirikan mercusuar serupa di beberapa tempat di jawa pada waktu yang hampir bersamaan.

Tuesday, February 24, 2015

Pondok Remaja Salib Putih

Salatiga – Agrowisata Salib Putih merupakan salah satu tempat wisata yang terletak di kaki Gunung Merbabu sekitar 4 Km, atau sekitar 15 menit dari kota Salatiga menuju obyek wisata Kopeng. Agro Wisata Salib Putih Salatiga ini biasa digunakan untuk rekoleksi/retreat, pelatihan, outbond, maupun berbagai acara seminar.

Kawasan ini meliputi perkebunan cengkeh, kopi, kapuk randu diintegrasikan dengan peternakan sapi perah. Di kompleks ini juga terdapat beberapa kegiatan sosial yaitu Panti Asuhan, Panti Wredha dan Panti Karya. Untuk menunjang wisata terdapat pula Pondok Remaja Salib Putih serta Camping Ground Salib Putih.

Nama Salib Putih merupakan nama desa yang berada di sekitar tempat Wisata Agro yang terkenal karena kesejukan, keasrian dan pemandangan yang indah. Dari sini, pengunjung juga bisa menyaksikan pemandangan Rawa Pening dan Kota Salatiga yang terlihat dengan jelas menghampar di kejauhan yang tentunya akan menyegarkan dan memanjakan indera penglihatan para wisatawan. Agrowisata Salib Putih Salatiga menyediakan sekitar 50 kamar penginapan dengan desain modern untuk memanjakan para pengunjung dan supaya para wisatawan tetap merasa nyaman.

Banjir Kanal Barat

Saat libur akhir pekan di Semarang, coba susuri 'Banjir Kanal Barat Semarang'. Kawasan yang fungsi utamanya adalah penanggulangan banjir ini kini sedang digandrungi oleh masyarakat Semarang dan sekitarnya untuk menghabiskan waktu berekreasi.

Sungai Banjir Kanal Barat merupakan salah satu sungai terpanjang yang membelah kota Semarang yang digunakan sebagai pengendali banjir di Kota Lumpia.

Kawasan banjir kanal barat yang dibangun sepanjang 9,2 kilo meter ini, anda akan disuguhkan keindahan alam, suasana yang tenang dan udara yang sejuk di tengah penat kota Semarang disertai hembusan angin sepoi-sepoi untuk memanjakan siapapun yang datang.

Sungai yang dulu dipenuhi rumput tinggi nan lebat serta dihuni banyak ular ini sekarang telah menjelma menjadi tempat favorite bagi warga kota semarang untuk menikmati sore maupun pada malam hari. Suasana malam yang berbeda menyuguhkan keindahan jembatan penghubung Lemah Gempal disertai lampu yang mentereng disepanjang jalan semakin menggambarkan keindahan kota Semarang .

Para wisatawan juga bisa bersantai untuk sekedar bercengkrama dengan teman-teman dan bisa menggunakan beberapa fasilitas pendukung  yang sudah tersedia , seperti jogging track, plaza di Kokrosono, tribune, perahu penyeberangan, dan fasilitas penunjang lainnya.

Gereja Hati Kudus Yesus, Tanah Mas

Munculnya gagasan untuk membangun sebuah kompleks sarana ibadah berupa gereja Katolik ditengah perumahan Tanah Mas di Semarang adalah untuk mengantisipasi perkembangan jumlah umat Katolik di paroki tersebut. Sedangkan alasan perlunya penyediaan gereja baru menggantikan gereja yang sudah ada sebelumnya adalah karena pertimbangan kapasitas gereja lama yang sudah tidak memenuhi syarat lagi dan bangunannya mulai tidak memadai akibat terkena banjir. Sesuai dengan ajaran yang dianut dalam agama Katolik yakni teladan Yesus Kristus, maka konsep perancangannya mengacu pada perjalanan terbentuknya gereja dan penyebarannya dengan mengambil simbol salib Kristus.

PT PELNI

PT PELNI

Terletak di Jalan Mpu Tantular 27 dibangun pada awal abad XX. Semula bangunan ini ditempati oleh NV BOUWMAATSCHAPIJ. yaitu perusahaan yang bergerak di bidang Ekpedisi Muatan Kapal Laut.

Gedung ini berada di tepi sungai, karena pada waktu itu sungai tersebut dapat dilayari kapal dengan ukuran yang besar, sehingga kapal dapat merapat dan melakukan bongkar muat didepan kantor.

Makam Thio Sing Liang

Makam Thio Sing Liang di Jalan Sriwijaya, Semarang

Sebelum pertigaan Jalan Sriwijaya dan Jalan Tegalsari, disebelah kanan jalan tentu kita selalu melewati sebuah bangunan model China, yang dipenuhi para pedagang kaki lima, bangunan kuno tersebut merupakan makam Thio Sing Liang seorang kaya raya yg meninggal pd thn 1940. Di dalam bangunan tersebut terdapat 4 buah makam yaitu makam Thio Sing Ling dan istri ke 2 di dalam gedung utama dan istri pertama dan kerabatnya di luar gedung di belakang.