Beralamat di jalan Ronggowarsito 8 Semarang, tempat ini sekarang menjadi komplek Suster-Suster St. Fransiskus (Kompleks Susteran Fransiskanes). Kalau ke sini sekitar 5-10 tahun yang lalu, tempat ini tidak ubahnya seperti bangunan kuno yang mangkrak, karena jalan raya di depannya langganan banjir.
Akan tetapi kompleknya ini sendiri selalu indah. Walaupun terletak di daerah banjir, tapi ternyata sistem pengendalian banjir di dalamnya sudah terbilang cukup memadahi.
Sejarah komplek susteran ini, pada awalnya dibangun adalah sebagai rumah sakit. Dibangun oleh VOC sekitar tahun 1732. Hitung sendiri berapa tahun pada saat Anda baca blog ini :).
Pada 1808 Pastor Lambertus Prinsen memprakarsai pendirian Rumah Yatim Piatu Katholik di Semarang. Dua puluh tahun kemudian, tanah tempat Rumah Sakit Tentara dibeli dan kemudian dipakai untuk susteran ketika sekelompok suster dari ordo Fransiskanes datang pada tahun 1870. Kompleks susteran ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda M.Nestman.
Kemudian tempat ini menjadi panti asuhan, dan kemudian terakhir menjadi komplek Suster-suster St. Fransiskus.
Konon batu bata di tempat ini, dibawa langsung dari Belanda. Mungkin waktu itu orang Belanda menilai orang lokal belum bisa membuat batu bata dengan kualitas seperti yang mereka mau. Membayangkannya saja sudah pusing. Bagaimana mereka unload dari pelabuhan dan membawanya ke tempat ini, dan membangunnya sampai menjadi bangunan megah. DAN BERDIRI KOKOH SAMPAI SEKARANG.
Yang mengagumkan dari tempat ini juga adalah, bahwa untuk mencuci pakaian dan setrika, masih menggunakan mesin yang sama yang digunakan sejak jaman Belanda. Bisa dilihat pada gambar-gambar di bawah.
Mesin setrika yang digunakan di sini, khusus untuk seprei/baju yang tidak berkancing. Karena caranya dengan di-press, sehingga tidak bisa untuk menyetrika kain/baju yang ada kancing nya.
Menurut suster yang mengoperasikan mesin-mesin ini, kendala terbesar dari merawat mesin-mesin ini adalah saat harus mencari suku cadang jika ada kerusakan.
No comments:
Post a Comment